Kamis, 20 Maret 2014

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK


 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK
Cerpen “DORODASIH”
Karya Iman Budhi Santosa

Pendahuluan
            Iman Budhi Santosa adalah seorang pengarang cerpen yang karya-karya na sudah banyak diterbitkan. Salah satu karya ini yaitu cerpen yang berjudul Dorodasih. Cerpen ini mengisahkan perempuan yang sederhana yang tidak tamat SMA. Kesederhanaanya dalam bersikap, namun tidak dalam bercita-cita terlebih pendapatannya tentang pekerjaannya sebagai pemetik teh, suatu tingkat karyawan yang paling rendah di perkebunan menimbulkan kekaguman dari petinggi perusahaan. Perempuan Dorodasih menggambanrkan kekuatan tekad, sekaligus kelemahan manusia yang setiap kali harus tenggelam dulu ke jurang kebodohan untuk menjadi baik.
            Suasana Jawa yang kental ketara pada latar belakang cerita, dialog, susunan kalimat dan beberapa istilah yang bila dialiha artikan ke bahasa Indonesia akan menghilangkan ruh Jawa yang ingin dihidupkan ke bahasa penulis. Sejatinya, Iman Budhi Santoso adalah seniman serba bisa yang sangat memahami dan hidup dalam tradisi Jawa. Ia pernah memenangkan Lomba Cerkak (Cerpen Bahasa Jawa) tahun 1998. Selain itu khusus untuk Dorodasih sebenarnya merupakan novel berbahasa Jawa.
            Teori strukturalisme genetik dipilih karena melalui teori inilah cerpen karya Iman Budhi Santosa mampu dianalisis dari dua sisi (strukturalnya yang otonom dan sosio-kultural masyarakat dimana cerpen tersebut lahir) dan hubungan antara dua sisi tersebut.



Struktur Cerpen Dorodasih
Strukturalisme Genetik (genetik structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya (Endraswara 2003: 55). Semula, peletak dasar strukturalisme Genetik adalah Taine. Bagi dia, karya sastra sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan. Strukturalisme Genetik muncul sebagai reaksi atas “stukturalisme murni” yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw 1988: 173) bahwa penafsiran model strukturalisme murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil (Endraswara 2003: 55-56). 
struktur karya sastra bagi Goldmann mencakup hubungan antar tokoh dalam teks dan hubungan tokoh dengan dunia atau objek lain di sekitar tokoh. Asumsi tersebut secara tidak langsung menyebutkan bila Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik, yang memusatkan perhatian pada relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada disekitarnya. Dengan demikian, Goldmann membdedakan teks sastra dengan filsafat yang mengungkapkan pandangan dunia secara konseptual dan sosilogi yang mengekspresikan pandangan dunia secara empiritas.


Tokoh Utama dan Problematikanya


1.      Tokoh Dasih

Tokoh Dasih merupakan tokoh protagonis karena dalam cerpen Dorodasih, tokoh ini banyak keterlibatnya dalam cerpen. Serta dalam cerpen ini dasih merupakan tokoh yang sangat baik serta pekerja keras. Namun sosok dasih ini mempunyai sifat egois, keras hati, mudah tersinggung, tapi pemaaf. Hal ini diperkuat dalam kutipan cerpen berikut.
“akhirnya Temo Kasman menyerah. Apa mau dikata jika kehendak si anak memang demikan. Mau memaksanya Temo tidak berani. Dia sadar betul. Dasih benar-benar mewarisi sebagian sifat dirinya. Keras hati, mudah tersinggung, namun pemaaf .” (halaman 6)
Seorang dasih ini merupakan pemitik teh yang berada didesa Kembangsari. Dasih hanya tinggal berdua bersama ayahnya semenjak ibunya meninggal. Ia harus menyiapkan keperluannya sendiri.

2.      Relasi Tokoh Temo Kasman (ayah) dengan Dasih

Sosok Temo kasman merupakan tokoh ayah dari Dasih. Dalam cerpen ini tokoh Temo digambarkan sebagai tokoh yang sangat baik serta penyang. Hubungan tokoh Temo dengan Dasih adalah hubungan seorang anak kepada ayah. Dimana Temo menjadi ayah sekaligus seorang ibu, semenjak ibu Dasih meninggal dunia. Kedekatan ayah dan anak ini ditunjukkan dari sifat yang diwarisi Temo kepada Dasih yaitu sifat keras hati, mudah tersinggung namun pemaaf. Kewajiban seorang ayahpun ditunjukan oleh tokoh temo yang dapat menjadi pelindung seorang anak. Pernytaaan yang diambil dari cerpen tersebut. “Dasih tak menjawab. Wajahnya malah dibenamkan ke dalam pelukan bapaknya. Seakan-akan mencari perlindungan. Mencari kedamaian sewaktu langkahnya sampai pada jalan simpang yang gelap dan membingungkan”(halaman 28)

3.      Relasi Tokoh Ponco dan Dasih

Tokoh Ponco ini dalam cerpen Dorodasih mempunyai hubungan sebagai mandor dan karyawan dengan Dasih. Mandor Ponco merupakan mandor yang sangat gagah, bijaksana serta tampan. Sehingga banyak karyawan petik yang mengagumi sertai menyukai Tokoh Ponco ini. Namun hal ini tidak berlaku dengan Dasih. Apalagi setelah Dasih mengetahui sifat mandor Ponco yang tidak sebijaksana seperti Dasih ketahui sebelunya. Sifat Ponco yang hanya bisa membela diri dengan mencari kesalahan orang lain.

4.      Relasi Tokoh Ruwanti dan Dasih

Ruwanti diceritakan sebagai gadis petik yang hebat dalam bidang petik, rajin, cantik sehingga jadi primadona. Dalam cerpen ini Ruwanti menjadi teman Dasih serta bekerja di perkebunan teh yang dimandori oleh Ponco.


5.      Relasi Tokoh Ngusman dan Dasih

Tidak hanya Ponco mandor muda yang memimpin perkebunan, namun ada Tokoh lain yang menjadi mandor yaitu Ngusman. Tokoh ini dalam cerpen Dorodasih sering membantu dan mengerti sifat Dasih. Terbukti ketika Dasih sedang menjalani skorsing dari pihak perkebunan, Ngusman lah yang menyuruh Dasih untuk kembali bekerja diperkebuan tersebut dengan menulis pernyataan Dasih bersedia untuk bekerja di perkebunan.
“kamu buat pernyataan sekarang juga, Sih. Terserah bunyinya. Siang ini saya akan menghadap Pak Sinder. Kalau pernyataan itu sudah sampai ke tangan beliau, besok kamu mulai petik” (halaman 29)


Latar


Konsep struktur menurut Goldmann tidak hanya mencakup hubungan tokoh dengan tokoh, namun juga mencakup hubungan tokoh dengan dunia atau objek disekitar tokoh.
Dunai dan objek disekitar tokoh selanjutnya disebut latar. Dalam analisis cerita rekaan, latar atau setting juga merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi penentuan nilai estetik karya kesusastraan. Latar biasa disebut sebagai atmosphere atau setidak-tidaknya merupakan bagian atmosphere atau tone secara keseluruhan. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita rekaan umumnya terjadi pada suatu lingkungan tertentu, baik lingkungan tempat maupun lingkungan waktu. Demikian halnya dengan keseluruhan lingkungan pergaulan tokoh suatu cerita rekaan, termasuk di dalamnya kebiasaan-kebiasaan, pandangan hidup, latar belakang sesuatu lingkungan juga dapat dimasukkan ke dalam pengertian latar. Sehingga latar dalam cerita rekaan ialah segala informasi tentang tempat atau ruang cerita yang digambarkan secara kongkret dan jelas.

1.      Latar Tempat

Perkebunan Kembangsari merupakan tempat yang diangkat oleh cerpan Dorodasih ini. Tidak hanya perkebunan saja yang diceritakan, melainkan areal pabrik maupun kantor pun diceritakan.
“hari masih pagi. Lonceng pabrik baru saja berkeleneng enam kali. Udara berkabut. Langit kelabu. Angin mendesau sesekali. Meninggalkan desir lembut pada hamparan perdu teh yang membentang bagai permadani hijau menyelimuti bukit lemah perkebunan Kembangsari”(halaman 3)
“di kebun dekat implasemen, syuting teve belum selesai. Kesembilan orang pemetik disana melalukan pemetikan seperti biasa. Dipimpin mandor Ponco. Kemudian satu per satu diwawancarai. Di antara mereka terdapat Pemimpin kebun, Kepala Bagian Tanaman, Kepala Afdeling Kembangsari II, serta petugas-petugas televisi”
(halaman 13)
“lamunan Dasih buyar oleh berisik langkah sepatu yang tiba-tiba saja telah berada di ambang pintu. Pak sinder disertai lelaki berkacamata yang tadi pagi menyuruhnya ganti baju, memasuki kantor. . . . . .” (halaman 17)
Rumah pun menjadi latar tempat yang berikutnya. Rumah Dasih yang hanya ditinggali berdua dengan sang ayah tak luput menjadi bahan cerita dalam cerpen ini.
“sesampainya dirumah, sengaja ia tidak ke dalam. Karena keinginan untuk gantibaju sama sekali tak terlintas di kepalanya. . . . . (halaman 11)
Latar tempat berikutnya yang dijadikan tempat dalam ceripen ini yaitu dapur serta kamar Ruwanti.
“Perasaan seperti itu pulalah yang dirasakan malamnya, ketika lonceng pabrik berbunyi dua belas kali, kemudian Ponco serta Ruwanti masih asyik berduaan di dapur. . . . . .” (halaman 52)

2.      Latar Waktu
Cerpen Dorodasih ini diterbitkan pada tahun 2002 di Yogyakarta. Cerita ini diangkat dari bahasa Jawa, yang notabene kental dengan adat istiadat jawa.
Latar waktu dalam cerpen Dorodasih tentunya mengacu pertanyaan kapan terjadinya. Cerpen Dorodasih ini menceritakan ketika Dasih masih bersekolah SMA di kota. Yang waktu itu ketika kenaikan kelas tiga Dasih harus menghentikan sekolahnya karena ia mengalami sakit yang mengharuskannya dirawat selama berminggu.
Ketika ia memutuskan berhenti sekolah Dasih langsung bekerja menjadi buruh petik teh. Dengan umurnya yang masih 23 tahun Dasih berjuang menjadi buruh petik di perkebunan teh di desanya. Hari-harinya Dasih hanya bekerja dan bekerja. Ia selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan kecil setelah menjadi buruh petik.


3.      Latar Sosial

Latar sosial dalam cerpen Dorodasih ini berhubungan dengan kebiasaan sosial serta kehidupan masyarakat Kembangsari. Masyarakat Kembangsari ini kebanyakaan menjadi pemetik teh yang ada di perkebunan teh desanya. Rumah-rumah penduduk pun masih milik perkebunan. Kehidupan masyarakat yang menjadi buruh petik hanya lah lulus SD saja. Masih sangat sedikit masyarakat Kembangsari yang lulus SMA. Mereka beranggapan bahwa perempuan hanya bisa bekerja sebagai pemetik teh saja, tidak akan bisa yang berpangkat tinggi. Makanya meraka hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar.










Biografi Iman Budhi Santosa

Iman Budhi Sentosa, lahir di Magetan, 28 Maret 1948. Pernah bekerja di perkebunan teh di Kenadal, Semarang. Kemudian masuk Dinas Perkebunan Prop. Dati I Jawa Tengah. Tahun 1987 mengundurkan diri. Kini bekerja sebagai penulis freelance di Yogyakarta. Pada tahun 1969 ikut mendirikan Persada Studi Klub (PSK) bersama Umbu Landu Paranggi cs. di Mingguan Pelopor Yogya.
Bukunya telah terbit: Ranjang Tiga Bunga (novel, 1975), Barong Kertapati (novel, 1976), Tiga Bayang (puisi, 1970). Puisinya terdapat dalam antologi: Tugu (1986), Tongkok 3 (1997), Zamrud Khatulistiwa (1997), Gerbong (1998). Mengeditori antalogi puisi Sembilu (1991), Ambang (1992), antalogi esei sastra sastra Begini, Begini, Begitu (1997), dan Tamansari (1998). Eseinya diterbitkan oleh Puspa Swara dalam Senandung Rumah Ibu (1993). Cerpennya ada dalam antologi Lukisan Matahari (Bernas, 1993). Memenangkan lomba penulis puisi TBY 1994 Seorang Buta dan Kemenangan Seorang Buruh Harian (Lirik-Lirik Kemenangan, 1994). Memenangkan Lomba Penulisan Cerkak TBY 1998 (Liong Tembang Prapatan)
Menjabat Ketua Seksi Sastra Indonesia pada Festival Kesenian Yogya (FKY) tahun 1995, 1997, dan 1998. Tulisan dan puisinya pernah dipublikasikan di majalah Horison, Basis, Citra Yogya, Antalogi PPLA Surabaya, serta Lembar kebudayaan media massa pusat dan daerah.


Hubungan Cerpen dan Biografi

Iman Budhi Santosa menceritakan cerpen ini tentang kehidupan seorang perempuan yang bernama Dasih. Pengarang sangat detail menggambarkan ceritanya karena Iman Budhi Santoso tahun 80-an pernah bekerja diperkebunan teh. Sehingga ia mengambil latar tempat serta kehidupan lingkungan masyarakat dalam cerpen Dorodasih ini. Dalam kehidupannya Iman Budhi Santosa mencoba menggambarkan keadaan pada masa itu dalam cerpen Dorodasih. Pada masa itu ditempat si pengarang tinggal masih musim perempuan hanya menjadi nafsu seksual para lelaki. Namun Iman Budhi Santosa mencoba menggambarkan sosok Dasih ini sebagai perempuan yang sangat tangguh. Pendirian tokoh Dasih ini sangat kuat, Dasih yang hidup hanya dengan seorang ayahnya pantang putus asa mencari nafkah. Dan keegoisan sosok dasih yang digambarkan si pengarang dapat mencegah sisi negatif yang ditimbulkan oleh kaum lelaki. Pengarang juga memasukkan unsur nyata dalam cerpen ini, sehingga pembaca mengetahui keadaan pada masa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar