BAB I
PEMBUKAAN
A.
LATAR BELAKANG
Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam
dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan.
Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan
sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis
manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam
penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu
keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara
seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa."
Dari segi agama muslim syarat
sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang
pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas
dari perzinahan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan
dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa
besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan
Tuhan tetapi termasuk
pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian pernikahan dalam islam ?
2. Apa
saja macam – macam pernikahan ?
3. Bagaimana
hukum pernikahan ?
4. Apa
rukun nikah serta syarat pernikahan ?
5. Apa
tujuan pernikahan ?
6. Apa
hikmah pernikahan ?
C.
TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui
pernikahan dalam islam
2. Mengetahui
macam – macam pernikahan
3. Mengetahui
hukum pernikahan
4. Mengetahui
rukun nikah serta syarat nikah
5. Mengetahui
tujuan nikah
6. Mengetahui
hikmah pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
PERNIKAHAN
Perkawinan
berasal dari kata “kawin” yang
merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah. Selain kata nikah, dalam
bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan maksud yang sama,
yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis untuk
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan dalam ensiklopedi Islam kawin secara bahasa
mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda yaitu “persetubuhan” atau “akad”. Namun
menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara bahasa diartikan sebagai kebersamaan dan
berkumpul serta terjalinnya ikatan antara seorang pria dengan wanita, dan
keduanya menjadi pasangan suami isteri yang terikat oleh tali perkawinan yang sah.
Adapun
perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan
menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk
berkumpul. Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu
rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah)
Islam.
Menurut
pandangan Soemiyati, yang dimaksud perkawinan yaitu melakukan akad perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
mengahalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak guna mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup dalam rumah tangga berdasarkan rasa kasih sayang dan
ketentraman serta mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Dalam
istilah Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk rumah tangga (keluarga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menyatakan, bahwa perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan
golidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.
Dari
beberapa pengertian tentang perkawinan yang berbeda-beda tersebut di atas,
dapat dipahami dan diambil kesimpulan bahwa diantaranya mempunyai unsur
kesamaan, yaitu perkawinan merupakan suatu akad perjanjian yang suci antara
seorang lak-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang kekal, bahagia, dan sejahtera. Sehingga dengan ikatan perkawinan yang sah,
maka hubungan seksual (kelamin) menjadi halal serta anak hasil hubungan itu
juga menjadi keturunan yang sah dan memiliki hubungan nasab yang jelas.
B. MACAM
– MACAM PERNIKAHAN
1. Nikah
Mut’ah (Nikah kontrak)
Mut’ah berasal
dari kata “mata’a” yang
berarti menikmati. Nikah Mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah yang
terputus. Nikah Mut’ah adalah Nikah yang dibatasi dengan waktu tertentu,
seperti : satu hari, satu minggu, satu bulan. Disebut nikah Mut’ah karena
dengan pernikahan tersebut laki-laki dapat menikmati istrinya sampai batas
waktu yang telah ditentukan dalam akad.
2. Nikah
Syighôr (nikah kontrak).
As-Syighôru dalam arti kamus
adalah tukar menukar barang, sedangkan secara istilah adalah mengawinkan anak
perempuannya dengan cara saling menukar satu kepada yang lainnya tanpa mahar.
Nikah model ini dianggap tidak sah menurut hukum agama. Larangan tersebut
seperti yang terdapat dalam kitab Shohih Bukhori dan Muslim.
Nikah Syighôr yang
dimaksud adalah apabila seorang wali berkata kepada orang laki-laki yang ia
nikahkan dengan anaknya “Aku nikahkan engkau dengan anak perempuanku, dengan syarat engkau
nikahkan pula aku dengan anak perempuanmu”. Sedangkan
farji dari kedua belah pihak cukup sebagai mahar, lalu pernikahan itu diterima.
Padahal, seandainya farji bukan sebagai mahar, maka pernikahan kedua belah
pihak dianggap sah. Karena persyaratan tersebut di atas bertujuan agar wali
dapat dinikahkan pula dengan anak perempuan calon menantunya. Dan itu tidak
merusak pernikahan, asalkan terdapat mahar mitsil yang menjadi syarat dan tetap
wajib dibayar oleh kedua belah pihak.
3. Nikah sirri
Ada lagi model pernikahan, dan ini bisa jadi hanya ada di Indonesia tercinta. Namanya nikah sirri (memakai dobel r jika disesuaikan dengan bahasa arabnya). Masyarakat kita ada yang menyebutnya nikah sir, siri, sirih.
Menurut perundang-undangan kita, setiap pernikahan (begitu pula perceraian dan tambah anak) harus tercatat. Gunanya untuk database warga. Kalau pernikahan dan perceraian diurusi oleh Kantor Urusan Agama, kalau ‘produktivitas’ anak lain lagi. Nah, nikah sirri adalah nikah yang tidak (atau belum) melibatkan KUA sebagai pencatat.
C. HUKUM
PERNIKAHAN
1.
Wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan
dan keinginan yang kuat untuk menyalurkan hasrat seksual, serta merasa khawatir
terjerumus ke dalam perzinahan bila melakukan perkawinan. Bahwasanya menjaga
kesucian diri dan menjauhkan dari perbuatan haram adalah wajib, dan hal itu
tidak dapat terpenuhi melainkan dengan perkawinan. Hal ini selaras dengan
kaidah:
ماَ
لاَ يُتِمَ اْلوَاجِبَ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
Artinya
: “Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu
hukumnya manjadi wajib.”
2. Sunnah
Bagi orang yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk
melakukan perkawinan dan dia tidak khawatir akan berbuat zina bila tidak
melakukannya, maka perkawinan ini hukumnya sunnah. Oleh karena itu, perkawinan
lebih utama dari pada bertekun diri dalam ibadah, dan menjalani hidup hidup
sebagai pendeta yang tabattul (anti kawin) yang sama sekali tidak
dibenarkan dan dikecam dalam Islam.
3.
Haram
Perkawinan hukumnya haram, apabila orang yang melakukannya
tidak mempunyai keinginan dan kemampuan, serta tangggung jawab untukmenjalankan
kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga, yang mengakibatkan dirinya, isteri, dan
anaknya menjadi terlantar. Allah SWT. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195
… وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…
Artinya
: “…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan…”
(Q.S. Al-Baqarah : 195).
Di samping itu, juga haram hukumnya bagi orang yang
melakukan perkawinan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain. Misalnya,
seorang laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan, tapi dia berniat tidak
akan mengurusnya dan agar perempuan tidak dapat dikawini oleh orang lain.
4. Makruh
Bagi seorang laki-laki yang sebenarnya tidak berkeinginan
kawin, baik disebabkan tidak mampu memenuhi hak calon isteri yang bersifat
lahiriyah batiniyah, dan si perempuan tidak merasa terganggu dengan
ketidakmampuan calon suaminya, maka perkawinan semacam ini dimakruhkan.
5. Mubah
Adapun bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh
alasan-alasan yang mewajibkan dan mengharamkan untuk melakukan perkawinan, maka
hukumnya mubah.
D. RUKUN
DAN SYARAT NIKAH
1. Rukun
nikah
a. Pengantin laki
- laki
b. Pengantin perempuan
c. Adanya wali
d. Dua orang saksi
laki-laki
e. Mahar
f. Ijab dan kabul ( akad nikah )
2. Syarat
nikah
a. Syarat
suami
·
Islam
·
Laki-laki yang tertentu
·
Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
·
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi
akad nikah tersebut
·
Bukan dalam ihram haji atau
umroh
·
Dengan kerelaan sendiri dan bukan
paksaan
·
Tidak mempunyai empat orang istri yang
sah dalam suatu waktu
·
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak
dinikahi adalah sah dijadikan istri
b. Syarat istri
·
Islam
·
Perempuan yang tertentu
·
Bukan perempuan muhrim dengan calon
suami
·
Bukan seorang banci
·
Bukan dalam ihram haji atau umroh
·
Tidak dalam iddah
·
Bukan istri orang
c. Syarat wali
·
Islam, bukan kafir dan murtad
·
Lelaki dan bukannya perempuan
·
Telah pubertas
·
Dengan kerelaan sendiri dan bukan
paksaan
·
Bukan dalam ihram haji atau umroh
·
Tidak fasik
·
Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu
tua dan sebagainya
·
Merdeka
·
Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang
membelanjakan hartanya
d. Syarat saksi
·
Sekurang-kurangnya dua orang
·
Islam
·
Berakal
·
Telah pubertas
·
Laki-laki
·
Memahami isi lafal ijab dan qobul
·
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
·
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar
dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
·
Merdeka
e. Syarat ijab
·
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
·
Tidak boleh menggunakan perkataan
sindiran
·
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
·
Tidak diikatkan dengan tempo waktu
seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah
dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
·
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan
prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
f. Syarat qobul
·
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan
ijab
·
Tidak ada perkataan sindiran
·
Dilafalkan oleh calon suami atau
wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
·
Tidak diikatkan dengan tempo waktu
seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
·
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan
prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
·
Menyebut nama calon istri
·
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
E.
TUJUAN
PERNIKAHAN
Secara umum tujuan pernikahan menurut
Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau
sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.Secara umum tujuan pernikahan dalam
Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan
ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap
orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi
bahagia dan tentram. Allah SWT berfirman :
Artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
2. Membina rasa cinta dan kasih sayang.
Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang
antara suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21)
Artinya :”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. “.(Ar- Rum : 21)
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual
yang syah dan diridhai Allah SWT
4. Melaksanakan Perintah Allah swt.
Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai
ibadah. Allah swt., berfirman :
Artinya :” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu
sukai”. (An-Nisa’ : 3)
5. Mengikuti Sunah Rasulullah saw.
Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan
umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى
فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :”Nikah itu adalah sunahku,
barang siapa tidak senang dengan sunahku,
maka bukan golonganku”. (HR. Bukhori dan Muslim)
6. Untuk memperoleh
keturunan yang syah. Allah swt., berfirman :
Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia “. (Al-Kahfi : 46)
F. HIKMAH
PERNIKAHAN
1. Cara yang halal
dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan,
pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
2.
Untuk memperoleh ketenangan hidup,
kasih sayang dan ketenteraman
3.
Memelihara kesucian diri
4.
Melaksanakan tuntutan syariat
5.
Membuat keturunan yang berguna bagi
agama, bangsa dan negara.
6.
Sebagai media pendidikan: Islam begitu
teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak.
Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang
anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi
kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta
sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
7.
Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
8.
Dapat mengeratkan silaturahim
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Perkawinan
berasal dari kata “kawin” yang
merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah. Selain kata nikah, dalam
bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan maksud yang sama,
yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis untuk
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan dalam ensiklopedi Islam kawin
secara bahasa mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda yaitu “persetubuhan” atau
“akad”. Namun menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara bahasa diartikan sebagai
kebersamaan dan berkumpul serta terjalinnya ikatan antara seorang pria dengan
wanita, dan keduanya menjadi pasangan suami isteri yang terikat oleh tali
perkawinan yang sah.
Adapun
perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan
menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk
berkumpul. Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu
rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah)
Islam.
B.
SARAN
Pernikahan merupakan wajib hukumnya
dalam pandangan islam, dengan salah satu tujuan memperoleh kabahagian serta
keturunan sesuai syariah islam atau sunnah. Jadi diharapkan untuk mengikuti
ajaran nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 456, jo.
Lili
Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, h. 2
Ensiklopedi
Islam di Indonesia, h. 849, Baca Wahbah az-Zuh{ayliy, Al-Fiqh al-Islamiy wa
Adillatuh, h. 29, jo.
Idris
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar