Kamis, 20 Maret 2014

pernikahan dalam islam


BAB I
PEMBUKAAN

A.    LATAR BELAKANG
Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Dari segi agama muslim syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinahan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan  Tuhan tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya.  







B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian pernikahan dalam islam ?
2.      Apa saja macam – macam pernikahan ?
3.      Bagaimana hukum pernikahan ?
4.      Apa rukun nikah serta syarat pernikahan ?
5.      Apa tujuan pernikahan ?
6.      Apa hikmah pernikahan ?

C.     TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui pernikahan dalam islam
2.      Mengetahui macam – macam pernikahan
3.      Mengetahui hukum pernikahan
4.      Mengetahui rukun nikah serta syarat nikah
5.      Mengetahui tujuan nikah
6.      Mengetahui hikmah pernikahan
















  BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI PERNIKAHAN
            Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah. Selain kata nikah, dalam bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan maksud yang sama, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis untuk melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan dalam ensiklopedi Islam kawin secara bahasa mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda yaitu “persetubuhan” atau “akad”. Namun menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara bahasa diartikan sebagai kebersamaan dan berkumpul serta terjalinnya ikatan antara seorang pria dengan wanita, dan keduanya menjadi pasangan suami isteri yang terikat oleh tali perkawinan yang sah.
            Adapun perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk berkumpul. Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah) Islam.
            Menurut pandangan Soemiyati, yang dimaksud perkawinan yaitu melakukan akad perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mengahalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak guna mewujudkan suatu kebahagiaan hidup dalam rumah tangga berdasarkan rasa kasih sayang dan ketentraman serta mendapatkan ridha dari Allah SWT.
            Dalam istilah Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menyatakan, bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan golidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

            Dari beberapa pengertian tentang perkawinan yang berbeda-beda tersebut di atas, dapat dipahami dan diambil kesimpulan bahwa diantaranya mempunyai unsur kesamaan, yaitu perkawinan merupakan suatu akad perjanjian yang suci antara seorang lak-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia, dan sejahtera. Sehingga dengan ikatan perkawinan yang sah, maka hubungan seksual (kelamin) menjadi halal serta anak hasil hubungan itu juga menjadi keturunan yang sah dan memiliki hubungan nasab yang jelas.

B.     MACAM – MACAM PERNIKAHAN
1.      Nikah Mut’ah (Nikah kontrak)
Mut’ah berasal dari kata “mata’a”  yang berarti menikmati. Nikah Mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah yang terputus. Nikah Mut’ah adalah Nikah yang dibatasi dengan waktu tertentu, seperti : satu hari, satu minggu, satu bulan. Disebut nikah Mut’ah karena dengan pernikahan tersebut laki-laki dapat menikmati istrinya sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam akad.
2.      Nikah Syighôr (nikah kontrak).
As-Syighôru dalam arti kamus adalah tukar menukar barang, sedangkan secara istilah adalah mengawinkan anak perempuannya dengan cara saling menukar satu kepada yang lainnya tanpa mahar. Nikah model ini dianggap tidak sah menurut hukum agama. Larangan tersebut seperti yang terdapat dalam kitab Shohih Bukhori dan Muslim.
Nikah Syighôr  yang dimaksud adalah apabila seorang wali berkata kepada orang laki-laki yang ia nikahkan dengan anaknya “Aku nikahkan engkau dengan anak perempuanku, dengan syarat engkau nikahkan pula aku dengan anak perempuanmu”. Sedangkan farji dari kedua belah pihak cukup sebagai mahar, lalu pernikahan itu diterima. Padahal, seandainya farji bukan sebagai mahar, maka pernikahan kedua belah pihak dianggap sah. Karena persyaratan tersebut di atas bertujuan agar wali dapat dinikahkan pula dengan anak perempuan calon menantunya. Dan itu tidak merusak pernikahan, asalkan terdapat mahar mitsil yang menjadi syarat dan tetap wajib dibayar oleh kedua belah pihak.

3.      Nikah sirri

Ada lagi model pernikahan, dan ini bisa jadi hanya ada di Indonesia tercinta. Namanya nikah sirri (memakai dobel r jika disesuaikan dengan bahasa arabnya). Masyarakat kita ada yang menyebutnya nikah sir, siri, sirih.

Menurut perundang-undangan kita, setiap pernikahan (begitu pula perceraian dan tambah anak) harus tercatat. Gunanya untuk database warga. Kalau pernikahan dan perceraian diurusi oleh Kantor Urusan Agama, kalau ‘produktivitas’ anak lain lagi. Nah, nikah sirri adalah nikah yang tidak (atau belum) melibatkan KUA sebagai pencatat.


C.     HUKUM PERNIKAHAN
1.      Wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan dan keinginan yang kuat untuk menyalurkan hasrat seksual, serta merasa khawatir terjerumus ke dalam perzinahan bila melakukan perkawinan. Bahwasanya menjaga kesucian diri dan menjauhkan dari perbuatan haram adalah wajib, dan hal itu tidak dapat terpenuhi melainkan dengan perkawinan. Hal ini selaras dengan kaidah:
ماَ لاَ يُتِمَ اْلوَاجِبَ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
Artinya : “Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya manjadi wajib.
2.      Sunnah
Bagi orang yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk melakukan perkawinan dan dia tidak khawatir akan berbuat zina bila tidak melakukannya, maka perkawinan ini hukumnya sunnah. Oleh karena itu, perkawinan lebih utama dari pada bertekun diri dalam ibadah, dan menjalani hidup hidup sebagai pendeta yang tabattul (anti kawin) yang sama sekali tidak dibenarkan dan dikecam dalam Islam.





3.      Haram
Perkawinan hukumnya haram, apabila orang yang melakukannya tidak mempunyai keinginan dan kemampuan, serta tangggung jawab untukmenjalankan kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga, yang mengakibatkan dirinya, isteri, dan anaknya menjadi terlantar. Allah SWT. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195
… وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…
Artinya : “…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan…” (Q.S. Al-Baqarah : 195).
Di samping itu, juga haram hukumnya bagi orang yang melakukan perkawinan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain. Misalnya, seorang laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan, tapi dia berniat tidak akan mengurusnya dan agar perempuan tidak dapat dikawini oleh orang lain.
4.      Makruh
Bagi seorang laki-laki yang sebenarnya tidak berkeinginan kawin, baik disebabkan tidak mampu memenuhi hak calon isteri yang bersifat lahiriyah batiniyah, dan si perempuan tidak merasa terganggu dengan ketidakmampuan calon suaminya, maka perkawinan semacam ini dimakruhkan.
5.      Mubah
Adapun bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan dan mengharamkan untuk melakukan perkawinan, maka hukumnya mubah.

D.    RUKUN DAN SYARAT NIKAH
1.      Rukun nikah
a.       Pengantin laki - laki
b.      Pengantin perempuan
c.       Adanya wali
d.      Dua orang saksi laki-laki
e.       Mahar
f.       Ijab dan kabul ( akad nikah )

2.      Syarat nikah
a.       Syarat suami
·         Islam
·         Laki-laki yang tertentu
·         Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
·         Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
·         Bukan dalam ihram haji atau umroh
·         Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
·         Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
·         Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri
b.      Syarat istri
·         Islam
·         Perempuan yang tertentu
·         Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
·         Bukan seorang banci
·         Bukan dalam ihram haji atau umroh
·         Tidak dalam iddah
·         Bukan istri orang
c.       Syarat wali
·         Islam, bukan kafir dan  murtad
·         Lelaki dan bukannya perempuan
·         Telah pubertas
·         Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
·         Bukan dalam ihram haji atau umroh
·         Tidak fasik
·         Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
·         Merdeka
·         Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

d.      Syarat saksi
·         Sekurang-kurangnya dua orang
·         Islam
·         Berakal
·         Telah pubertas
·         Laki-laki
·         Memahami isi lafal ijab dan qobul
·         Dapat mendengar, melihat dan berbicara
·         Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
·         Merdeka
e.       Syarat ijab
·         Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
·         Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
·         Diucapkan oleh wali atau wakilnya
·         Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
·         Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
f.       Syarat qobul
·         Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
·         Tidak ada perkataan sindiran
·         Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
·         Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
·         Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
·         Menyebut nama calon istri
·         Tidak ditambahkan dengan perkataan lain



E.     TUJUAN PERNIKAHAN
            Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1.      Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia  dan tentram. Allah SWT berfirman :
Artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)  
2.      Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara  suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21)
Artinya :”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “.(Ar- Rum : 21)  
3.      Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
4.      Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai ibadah.  Allah swt., berfirman :
Artinya :” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (An-Nisa’ : 3)
5.      Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :”Nikah itu adalah sunahku, barang  siapa  tidak  senang  dengan sunahku, maka bukan golonganku”. (HR. Bukhori dan Muslim)
6.      Untuk  memperoleh keturunan yang syah. Allah swt., berfirman :
Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)





F.      HIKMAH PERNIKAHAN
1.      Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
2.      Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
3.      Memelihara kesucian diri
4.      Melaksanakan tuntutan syariat
5.      Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
6.      Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
7.      Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
8.      Dapat mengeratkan silaturahim

















BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah. Selain kata nikah, dalam bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan maksud yang sama, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis untuk melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan dalam ensiklopedi Islam kawin secara bahasa mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda yaitu “persetubuhan” atau “akad”. Namun menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara bahasa diartikan sebagai kebersamaan dan berkumpul serta terjalinnya ikatan antara seorang pria dengan wanita, dan keduanya menjadi pasangan suami isteri yang terikat oleh tali perkawinan yang sah.
            Adapun perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk berkumpul. Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah) Islam.

B.     SARAN
Pernikahan merupakan wajib hukumnya dalam pandangan islam, dengan salah satu tujuan memperoleh kabahagian serta keturunan sesuai syariah islam atau sunnah. Jadi diharapkan untuk mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW.








DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 456, jo.
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, h. 2
Ensiklopedi Islam di Indonesia, h. 849, Baca Wahbah az-Zuh{ayliy, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, h. 29, jo.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 1






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar